KH Abdullah Salam Wali yang Penuh Karomah
KH Abdullah Salam dari Kajen Pati diakui justru karena sepanjang hidupnya, ia berusaha melaksanakan ajaran dan keteladanan pemimpin agungnya, Muhammad SAW. Terutama dalam sikap, perilaku, dan kegiatan-kegiatannya; baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama hambaNya.
Berperawakan gagah. Hidung mancung. Mata menyorot tajam. Kumis dan jenggotnya yang putih perak, menambah wibawanya. Hampir selalu tampil dengan pakaian putih-putih bersih, menyempurnakan kebersihan raut mukanya yang sedap dipandang.
Melihat penampilan dan rumahnya yang tidak lebih baik dari gotakan tempat tinggal santri-santrinya, mungkin orang akan menganggapnya miskin; atau minimal tidak kaya. Tapi tengoklah; setiap minggu sekali pengajiannya diikuti oleh ribuan orang dari berbagai penjuru dan semuanya disuguhi makan.
Selain pengajian-pengajian itu, setiap hari ia menerima tamu dari berbagai kalangan yang rata-rata membawa masalah untuk dimintakan pemecahannya. Mulai dari persoalan keluarga, ekonomi, hingga yang berkaitan dengan politik. Bahkan pedagang akik dan minyak pun beliau terima dan beliau ‘beri berkah’ dengan membeli dagangan mereka.
Ketika ia masih menjadi pengurus (Syuriyah) NU, aktifnya melebihi yang muda-muda. KH Abdullah Salam tidak pernah absen menghadiri musyawarah semacam Bahtsul masaail, pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan agama, yang diselenggarakan wilayah maupun cabang. Pada saat pembukaan muktamar ke 28 di Situbondo, panitia memintanya –atas usul kiai Syahid Kemadu—untuk membuka Muktamar dengan memimpin membaca Fatihah 41 kali. Dan ia jalan kaki dari tempat parkir yang begitu jauh ke tempat sidang, semata-mata agar tidak menyusahkan panitia.
Semasa kondisi tubuh nya masih kuat, ia juga melayani undangan dari berbagai daerah untuk memimpin khataman Quran, menikahkan orang, memimpin doa, dsb.
Ketika kondisi nya sudah tidak begitu kuat, orang-orang pun menyelenggarakan acaranya di rumahnya. Mbah Dullah, begitu orang memanggil kiai sepuh haamilul Qur’an ini, meskipun sangat disegani dan dihormati termasuk oleh kalangan ulama sendiri, ia termasuk kiai yang menyukai musyawarah.
Ia bersedia mendengarkan bahkan tak segan-segan meminta pendapat orang, termasuk dari kalangan yang lebih muda. Ia rela meminjamkan telinganya hingga untuk sekedar menampung pembicaraan-pembicaraan sepele orang awam. Ini adalah bagian dari sifat tawaduk dan kedermawanannya yang sudah diketahui banyak orang.
Tawadu atau rendah hati dan kedermawanan adalah sikap yang hanya bisa dijalani oleh mereka yang kuat lahir batin, seperti Mbah Dullah. Mereka yang mempunyai (sedikit) kelebihan, jarang yang mampu melakukannya. Mempunyai sedikit kelebihan, apakah itu berupa kekuatan, kekuasaan, kekayaan, atau ilmu pengetahuan, biasanya membuat orang cenderung arogan atau minimal tak mau direndahkan.
Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Berbeda dengan rendah hati yang muncul dari pribadi yang kuat, rendah diri muncul dari kelemahan. Mbah Dullah adalah pribadi yang kuat dan gagah luar dalam. Kekuatannya ditopang oleh kekayaan lahir dan terutama batin. Itu sebabnya, disamping dermawan dan suka memberi, Mbah Dullah termasuk salah satu –kalau tidak malah satu-satunya – kiai yang tidak mudah menerima bantuan atau pemberian orang, apalagi sampai meminta. Pantangan. Seolah-olah beliau memang tidak membutuhkan apa-apa dari orang lain. Bukankah ini yang namanya kaya?
Ya, mbah Dullah adalah tokoh yang mulai langka di zaman ini. Tokoh yang hidupnya seolah-olah diwakafkan untuk masyarakat. Bukan saja karena ia punya pesantren dan madrasah yang sangat berkualitas; lebih dari itu sepanjang hidupnya, mbah Dullah tidak berhenti melayani umat secara langsung maupun melalui organisasi (Nahdlatul Ulama).
Mungkin banyak orang yang melayani umat, melalui organanisi atau langsung; tetapi yang dalam hal itu, tidak mengharap dan tidak mendapat imbalan sebagaimana mbah Dullah, saya rasa sangat langka saat ini. Melayani bagi mbah Dullah adalah bagian dari memberi. Dan memberi seolah merupakan kewajiban bagi beliau, sebagaimana meminta –bahkan sekedar menerima imbalan jasa-- merupakan salah satu pantangan utama.
Ia tidak hanya memberikan waktunya untuk santri-santrinya, tapi juga untuk orang-orang awam. Beliau mempunyai pengajian umum rutin untuk kaum pria dan untuk kaum perempuan yang beliau sebut dengan tawadluk sebagai ‘belajar bersana’. Mereka yang mengaji tidak hanya beliau beri ilmu dan hikmah, tapi juga makan setelah mengaji.
Pernah ada seorang kaya yang ikut mengaji, berbisik-bisik: “Orang sekian banyaknya yang mengaji kok dikasi makan semua, kan kasihan kiai.” Dan orang ini pun sehabis mengaji menyalami mbah Dullah dengan salam tempel, bersalaman dengan menyelipkan uang. Spontan mbah Dullah minta untuk diumumkan, agar jamaah yang mengaji tidak usah bersalaman dengannya sehabis mengaji. “Cukup bersalaman dalam hati saja!” katanya.
Konon orang kaya itu kemudian diajak Mbah Dullah ke rumahnya yang sederhana dan diperlihatkan tumpukan karung beras yang nyaris menyentuh atap rumah, “Lihatlah, saya ini kaya!” kata mbah Dullah kepada tamunya itu.
Memang hanya hamba yang fakir ilaLlah-lah, seperti mbah Dullah, yang sebenar-benar kaya.
Kisah lain; pernah suatu hari datang menghadap Mbah Dullah, seseorang dari luar daerah dengan membawa segepok uang ratusan ribu. Uang itu disodorkan kepada Mbah Dullah sambil berkata: “Terimalah ini, mbah, sedekah kami ala kadarnya.”
“Di tempat Sampeyan apa sudah tak ada lagi orang faqir?” tanya mbah Dullah tanpa sedikit pun melihat tumpukan uang yang disodorkan tamunya, “kok Sampeyan repot-repot membawa sedekah kemari?”
“Orang-orang faqir di tempat saya sudah kebagian semua, mbah; semua sudah saya beri.”
“Apa Sampeyan menganggap saya ini orang faqir?” tanya mbah Dullah.
“Ya enggak, mbah …” jawab si tamu terbata-bata.
Belum lagi selesai bicaranya, mbah Dullah sudah menukas dengan suara penuh wibawa: “Kalau begitu, Sampeyan bawa kembali uang Sampeyan. Berikan kepada orang faqir yang memerlukannya!”
Kisah di atas yang beredar tentang ‘sikap kaya’ mbah Dullah semacam itu sangat banyak dan masyhur di kalangan masyarakat daerahnya.
Mbah Dullah ‘memiliki’, di samping pesantren, madrasah yang didirikan bersama rekan-rekannya para kiai setempat. Madrasah ini sangat terkenal dan berpengaruh; termasuk –kalau tidak satu-satunya— madrasah yang benar-benar mandiri dengan pengertian yang sesungguhnya dalam segala hal.
32 tahun pemerintah orde baru tak mampu menyentuhkan bantuan apa pun ke madrasah ini. Orientasi keilmuan madrasah ini pun tak tergoyahkan hingga kini. Mereka yang akan sekolah dengan niat mencari ijazah atau kepentingan-kepentingan di luar ‘menghilangkan kebodohan’, jangan coba-coba memasuki madrasah ini.
Ini bukan berarti madrasahnya itu tidak menerima pembaruan dan melawan perkembangan zaman. Sama sekali. Seperti umumnya ulama pesantren, beliau berpegang kepada ‘Al-Muhaafadhatu ‘alal qadiimis shaalih wal akhdzu bil jadiidil ashlah’, “ Memelihara yang lama yang relevan dan mengambil yang baru yang lebih relevan”. Hal ini bisa dilihat dari kurikulum, sylabus, dan matapelajaran-matapelajaran yang diajarkan yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Singkat kata, sebagai madrasah tempat belajar, madrasah mbah Dullah mungkin sama saja dengan yang lain. Yang membedakan ialah karakternya.
Agaknya mbah Dullah –rahimahullah — melalui teladan dan sentuhannya kepada pesantren dan madrasahnya, ingin mencetak manusia-manusia yang kuat ‘dari dalam’; yang gagah ‘dari dalam’; yang kaya ‘dari dalam’; sebagaimana ia sendiri. Manusia yang berani berdiri sendiri sebagai khalifah dan hanya tunduk menyerah sebagai hamba kepada Allah SWT.
Inilah perjuang yang luar biasa berat. Betapa tidak? Kecenderungan manusia di akhir zaman ini justru kebalikan dari yang mungkin menjadi obsesi mbah Dullah. Manusia masa kini justru seperti cenderung ingin menjadi orang kuat ‘dari luar’; gagah ‘dari luar’; kaya ‘dari luar’, meski terus miskin di dalam.
Orang menganggap dirinya kuat bila memiliki sarana-sarana dan orang-orang di luar dirinya yang memperkuat; meski bila dilucuti dari semua itu menjadi lebih lemah dari makhluk yang paling lemah. Orang menganggap dirinya gagah bila mengenakan baju gagah; meski bila ditelanjangi tak lebih dari kucing kurap. Orang menganggap dirinya kaya karena merasa memiliki harta berlimpah; meski setiap saat terus merasa kekurangan.
Sayang sekali jarang orang yang dapat menangkap kelebihan mbah Dullah yang langka itu. Bahkan yang banyak justru mereka yang menganggap dan memujanya sebagai wali yang memiliki keistimewaan khariqul ‘aadah. Dapat melihat hal-hal yang ghaib; dapat bicara dengan orang-orang yang sudah meninggal; dapat menyembuhkan segala penyakit; dsb. dst. Lalu karenanya, memperlakukan orang mulia itu sekedar semacam dukun saja. Masya Allah!
Dari sentuhan tangan dinginnya di Pesantren yang terletak di pinggiran pantai utara Jawa itu, lahir ulama-ulama besar seperti KH Sahal Mahfudz, KH Abdurrahman Wahid dll.
Begitulah; Mbah Dullah yang selalu memberikan keteduhan itu telah meninggalkan kita di dunia yang semakin panas ini. Ia sengaja berwasiat untuk segera dimakamkan apabila meninggal. Agaknya ia, seperti saat hidup, tidak ingin menyusahkan atau merepotkan orang. Atau, siapa tahu, kerinduannya sudah tak tertahankan untuk menghadap Khaliqnya.
25 Sya’ban 1422 bertepatan 11 November 2001 sore, ketika Mbah Dullah dipanggil ke rahmatullah, wasiat pun dilaksanakan. Ia dikebumikan sore itu juga di dekat surau sederhananya di Polgarut Kajen Pati.
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-sejatiKu, dan masuklah ke dalam sorgaKu"
WEJANGAN KH. NAFI' ABDULLAH SALAM (Kajen)
1. "Nek donyo ora usah luru kemulyaan, sebab kemulyaan ora kanggo nek dunyo nanging Allah SWT maringi kemulyaan nek akhirat iku sing hakikat. kapan sopo wonge entuk kemulyaan nek donyo ora bakal nek akhirat entuk kemulyaan." wallahu'alam.
2. "Nek dunyo akeh fitnah, sopo wae sing seneng dunyo mesti akeh fitnahe." wallahu'alam.
3. "rizki ora usah diluru, nek luru rizki mesti ibadahem walkeduwal."wallahu'alam.
4. Ngendikane Mbah Dullah marang aku (Mbah Nafi) wayah tahlil kapundute Mbah Muzayyin, aku diweling Mbah Dullah "Besok nek aku mati ojo diumumno yo, cepet-cepet dimakamno, nek apik ben dang ngerti panggone, nek elek ben dang reti panggone. ora usah diwarak-warakno." wallahu'alam.
5. "Wong sholat iku kudu sabar. wayah moco fatihah yo sabar. wayah ruku' yo sabar. wayah opo wae nek njerone sholat kudu sabar lan tuma'ninah." wallahu'alam.
6. "Sepodo-podo iku kudu welas asih. sebab wong iku ora ngerti pastine. sing perso pastine wong namung Allah SWT."wallahu'alam.
7. "Nek Njerone ati iku ojo sampek sepi sangking dzikir, kapan sepi songko dzikir mesti setan gampang mlebu." wallahu'alam.
8. "Medit-medite wong kapan ono asmane kanjeng Nabi Muhammad Saw disebut ora gelem jawab besok nek akhirat bakal dadi wong sing bangkrut."wallahu'alam.
9. "Ketoke wong akeh podo ngaji mrene (masjid Kajen), tapi kadang niate bedo-bedo." wallahu'alam.
10. "Akeh wong sing kepingin ben diarani apik, iku malah iso dadikno rusake amal." wallahu'alam.
11. "Sak durunge mlebu toriqoh kudu syariate kuat ndisik, sebab opo, pondasi/dasare ibadah iku nek syariat. syariat iku sing gawe kanjeng Nabi Muhammad Saw. kapan ora manut syariate Kanjeng Nabi Muhammad Saw berarti ora umate Kanjeng Nabi Muhammad Saw." wallahu'alam.
12. "Aku ngaji ngeniki, durung tentu aku luweh pinter karo sampeyan. aku mek tukang moco tok, nek ono makno sing suloyo, durung iso ngelakoni opo sing tak woco, aku yo ojo ditukari, yo ojo dicegat nek ratan. mulane aku tau ditawari gelar doktor tapi kon bayar 10 juta tapi aku moh. duwe gelar doktor nek ditakoki ora bejos jawab dak malah piye. wong basa arab wae isih ngene kok. tapi mbeke profesor lah durung karuan iso moco kitab salaf."wallahu'alam.
13. "Kabeh kedadian nek dunyo Allah sing Ngudaneni, makhluk ojo melu ngatur kehendak Allah Swt." wallahu'alam.
14. "Istighfarmu kudu di istighfari meneh, sebab lakonmu istighfar durung murni kerono Allah Swt. tapi nek lambe-lambe tok" wallahu'alam.
15. "Akeh-akehno moco salawat Nabi Muhammad Saw." wallahu'alam.
16. "Kuwe nek bar shalat fardlu kirimo fatihah tujokno Mbah Mutamakin, insya Allah ono labet apek." wallahu'alam.
17. "Bapak/Mbah Dullah, ndisik nek minterno anak-anake dikon sinau terus kapan ora iso moco kitab dianggep ora anake, sakliane sinau setiap sedekah Mbah Dullah, diniati nyedekahi anak ben dadi wong kabeh." wallahu'alam.
18. "Wayah wong sakratul maut, sing manjeng nek pinggirem antara setan karo malaikat, mongko wong sing ape mati iku kudu dituntun karo syahadat lan tahlil."wallahu'alam.
19. "Aku moh dadi kiai, sebab abot dadi kiai, tanggungjawabe nek akhirat tambah abot kerono durung iso ngelakoni, aku ngaji iki yo ngji karo mushonef/pengarang kitab. ngaji nek kene (Masjid Kajen), aku mek macakno tok keranten diutus Bapak/Mbah Dullah. La aku nek gak anut ora dianggep anak dak payah dewe aku." wallahu'alam.
Sampun rien njeh, asline taseh katah, ananging niki kangge kulo sinau / pelajaran teladan lan ikhlas.
Dawuhe Mbah Nafi, "Nek iku pelajaran yo tular-tularno nek konco-koncomu, meski akeh rahasia-rahasia, tapi nek rahasia kdu khusus."
Semoga manfaat dan penuh hikmah.
Sungkem ta'dhim kagem Syekh Nafi Abdillah Salam Kajen. al-Fatihah....
Semoga amal ibadah panjenengan dilipatgandakan Allah SWT, dan ditempatkan di surga. Amin.
Kewalian dan Karomah KH.Abdullah Zain Salam Pati
Kewalian dan Karomah KH.Abdullah Zain Salam PationSenin, Januari 15th, 2018.This Is Article AboutKewalian dan Karomah KH.Abdullah Zain Salam PatiKH.Abdullah Salam yang akrab disapa dengan Mbah Dullah dilahirkan di desa Kajen-Margoyoso Pati; dengan Nama Abdullah, ketika anak beliau di tambahi Zain, menjadi Abdullah Zain untuk membedakan beliau dengan beberapa anak sebaya yang kebetulan bernama sama: Abdullah. belum jelas tanggal serta bulan kelahiran beliau; sementara tentang tahun ini masih khilaf.Ada beberapa informasi yang kami dapatkan. KH Ma’mun Muzayyin menantu Mbah Dullah mengaku bahwa yang […]
Kewalian dan Karomah KH.Abdullah Zain Salam Pati
KH.Abdullah Salam yang akrab disapa dengan Mbah Dullah dilahirkan di desa Kajen-Margoyoso Pati; dengan Nama Abdullah, ketika anak beliau di tambahi Zain, menjadi Abdullah Zain untuk membedakan beliau dengan beberapa anak sebaya yang kebetulan bernama sama: Abdullah.
Belum jelas tanggal serta bulan kelahiran beliau; sementara tentang tahun ini masih khilaf.Ada beberapa informasi yang kami dapatkan. KH Ma’mun Muzayyin menantu Mbah Dullah mengaku bahwa yang dia dengar dari ayah KH Muzayyin beliau lahir tahun 1917. Sementara masih menurut KH Ma’mun Muzayyin, Mbah Dullah sendiri secara langsung pernah mengatakan bahwa tahun kelahiran beliau berkisar antara tahun 1910-1915.
Beliau adalah salah satu putra dari keluarga dari KH Abdussalam. KH Abdussalam ini beristri empat orang. Dari istri pertama di karunia anak, yakni Nyai Aisyah dan KH.Mahfudz,yang wafat dalam tahanan Ambarawa saat terjadi perang dunia ke-II. Sementara Mbah Dullah sendiri adalah pertama dari istri kedua KH.Abdussalam yaitu Nyai Sumrah, yang seluruhnya empat bersaudara yaitu :KH Abdullah Salam, KH.Ali Muktar, seorang putri yang meninggal pada usia empat tahun dan terakhirnya Nyai Saudah yang bermukim di Jepara. Menurut infoman yang kami terima, dua istri terakhir dari KH Abdussalam tak meninggalkan keturunan. Nasab Mbah Dullah dari pihak ayah (Konon juga dari pihak ibu,tapi masih belum jelas benar )sampai kepada Syaikh Waliyyullah KH.Abdullah bin Nyai Mutirah binti KH.Bunyamin bin Nyai Thoyyibah binti Kiai Muhammad Endro Kusumo bin KH.Ahmad mutamakkin.
Sejak kecil Mbah Dullah telah terbiasa hidup terpisah dari keluarga. Sebelum genap tujuh bulan, beliau ikut pamannya dari pihak ibu di jepat yaitu kiai Sholihin untuk mengaji alquran bin nadhor. Saat usianya menginjak tujuh tahun, dia diantar oleh pamannya KH.Mahfudz ke Sampang, Madura untuk menghafal alquran dibawah bimbingan kiai Sa’id.Selesai mondok di Sampang beliau pun pulang di Kajen dan bersekolah di Mathali’ul Falah yang berlakangan beliau sendiri yang menjadi pengasuhnya . Di madrasah inilah beliau mengeyam pendidikan.Menginjak remaja , secara pribadi beliau banyak belajar kepada kakaknya KH.Mahfudz yang usianya terpaut jauh dari beliau. KH.Mahfudz menerapkan disiplin belajar yang sangat ketat kepada Abdullah muda, Sampai-sampai diatas dokarpun saat dalam perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, Abdullah muda tetap diwajbkan belajar dengan membawa dan membaca kitab. Kecuali pada kakaknya KH.Mahfudz, konon beliau juga sempat belajar pada pamannya KH.Abdussalam ,yaitu KH.Nawawi, setelah merampungkan pendidikannya di pesantren Tebuireng, Jombang di bawah asuhan KH.Hasyim Asy’ari.Di Tebuireng ini beliau seangkatan dengan teman-teman sesama dari Kajen antara lain KH.Duri Nawawi, KH.Ni’am Tamyiz dan KH.Abdul hadi. Di antara dua yang terakhir, usia beliau yang paling muda , namun demikian justru beliaulah yang sering mmbantu mencarikan tambahan bekal bila kedua teman tersebut kebetulan kehabisan bekal. Sebenarnya pendidikan beliau Di Tebuireng belum rampung, namun ditarik pulang oleh KH.Abdussalam beliau dinikahkan dengan Nyai Aisyah. Lalu beliau mondok untuk ngaji Qiro’atus sa’bah ditempat KH.Arwani, Kudus,sebelum atau sesudah menikah? yang jelas,tempat KH.Arwani inilah KH.Abdullah Salam mngakhiri perjalanan panjang riwayat pendidikannya sebelum kembali ke Kajen.Meskipun secara formal pendidikan beliau sudah berakhir, namun secara informal beliau masih aktif belajar pada beberapa pihak,termasuk pada KH.Muhamadun, Kajen pada tahun 1956-1957. Sepulang dari kudus, beliau mengajar di perguruan Islam Mathali’ul Falah serta PMH pusat. Dan setelah wafatnya ayahanda dan kakanda (KH.Abdussalam dan KH.Mahfudz ) praktis KH.Abdullah Salam harus menjadi kepala keluarga bagi keluarga besar KH.Abdussalam ;karena kedudukan beliau sebagai anak lelaki tertua yang masih hidup.Tentu saja,ini bukanlah beban tanggung jawab yang ringan, mengingat saat itu usia beliau masih cukup muda,kurang lebih 30-an, sementara di sisi lain, situasi ekonomi di indonesia sendiri secara keseluruhan sedang ambruk.
Tawadlu’
Tawadlu’adalah sikap mbah dullah yang juga menonjol.Konon,saat fisiknya masih kuat,setiap bulan ramadan sesekali beliau menghidangkan santapan sahur hasil masakan sendiri dan tak mau dibantu.Ketika masih sehat,beliau memang terbiasa mengerjakan sendiri semua kebutuhan sehari-harinya : mulai menyiapkan makanan,minuman sampai dengan mencuci barang pecah belah dan pakaiannya sendiri.Bahkan bagi sebagian tamu-tamunya,sering kali beliau sendiri tak segan-segan menyiapkan makanan dan minuman.
Sikap tawadlu’juga tercermin dari cara beliau menyikapi aktivitas sosial keagamaan yang beliau niatkan untuk memakmurkan masjid ; sehingga beliau tidak pernah keberatan yang beliau rintis bersama KH.Muhammadun tidak diikuti otang atau mudah diisi oleh orang lain,selama tujuan memamurkan masjid tercapai.
Beliau juga tidak merasa kesal atau sakit hati terhadap kritik atau koreksi meski datang dari orang yang jauh lebih muda dan lebih ‘terbatas ilmunya’; bahkan walaupun kritik dan koreksi tersebut sebenarnya keliru atau salah alamat.Dalam pengajian hari kamis misalnya,aapkali bacaan beliau dipotong dan dikoreksi orang.Bukan Cuma sekali dua kali,bacaan bisa dipotong berkali-kali sehingga membuat para pendengar lebih kesal dan menggerutu.Tapi mbah Dullah sendiri tak menampakkan kekesalan,bahkan meneladani dan sering kali jutru mengambil sikap layaknya seorang murid yang minta bimbingan gurunya.
Sikap tawadlu’ nampaknya sudah menjadi pembawaan beliau,setiap kali berhadapan dengan orang ,beliau hampir sekali memposisikan dirinya pada tempat yang lebih rendah ketimbang yang dihadapi meski sangat jarang dan biasanya hanya pada orang yang dekat paling jauh beliau akan memposisikan diri pada tempat yang lebih tinggi dari orang yang di hadapi.Seperti air,beliau selalu mencari tempat yang lebih rendah yang bisa dicapai.
Ada Kisah menarik dari sikap mbah dullah ini,saat iitu malam jum’at,dan seperti biasanya setiap malam beliau berziarah ke makam KH.Ahmad Mutamakkin,Cuma kali ini beliau ditemani oleh KH.Muslim Rifa’i imampuro (Mbah Lim) Klaten. Setelah beberapa kali menolak,akhirnya dengan terpaksa Mbah Dullah mau memimpin tahlil.Nah,tepat pada pengucapan kalimat tahlil,perlahan-lahan kendali kepemimpnan tahlil bergeser dari mbah dullah ke mbah Lim.Ini terjadi karena mbah dullah terbiasa dengan pengucapan kalimat tahlil yang berirama tetap,dengan vokal yang relatif lembut dan temponya pun lambat ; sementara mbah Lim bsa mengucapkan kalimat tahlil dengan irama naik turun,vokal yang keras dan tempo yang cepat.Sehingga lambat lebih suara mbah dullah tenggelam di tengah suara mbah lim.Akibatnya jamaah lebih mendengar suara mbah lim ketimbang suara mbah dullah,dan mereka pun mulai mengucapkan tahlil seirama dengan yang diucapkan mbah lim.
Melihat hal ini,mbah Dullah mengalir saja sama sekali tak mengesankan kegelisahan san kekesalan dan bahkan ikut tenggelam dalam hentakan tahlil yang dipimpin mbah Lim.Maka gema suara tahlil yang luar biasa menggetarkan itu terus mengalir sedemikian rupa,tanpa seorang pun menghentikan.Mbah Dullah yang tampak karam tak menghentikan,karena merasa bahwa kendali sudah berada di tangan mbah Lim; sementara mbah Lim sendiri sempat gelisah pada berapa kesempatan tak bisa menghentikan karena berasa bahwa pada dasarnya yang memimpin adalah mbah Dullah. Akibatnya : suara tahlil yang menggetar itu sampai lebih dari satu jam tanpa ada yang berani berinisatif menghentikan, sehingga jamaah yang yang memenuhi ruangan pada malam itu banyak yang gelisah dan letih, konon bahwa ada yang sampai pingsan. Dan memang, pembacaan tahlil itu pada akhirnya ditutup oleh mbah Lim, karena tak ada tanda-tanda bahwa mbah Dullah akan menutupnya.
Istiqomah
Mbah Dullah di kenal dengan sikap istiqomahnya. Apalagi ibadah wajib, untuk ibadah sunahpun ,kalau sudah beliau pilih untuk di kerjakan mak akan beliau kerjakan secara istqomah. Ada saatnya ketika remaja beliau tak ragu memaksa diri tidur di tangga pintu rumah KH.Nawawi. Maksudnya agar ia bisa bangun diri di buka oleh KH.Nawawi saat hendak berangkat sholat subuh.
Tampaknya tak ada yang memutus istiqomah ini kecuali sakit yang sangat berat.Sebagai contoh : sejak 1998, ketika beliau mulai sakit dan tak bisa mengimami sholat berjamaah, beliau tetap berusaha untuk tidak meninggalkan kebiasaannya sholat berjamaah; meski harus tertatih-tertatih ke Musholla,bahkan pernah harus memakai kursi roda dan menjadi makmum sambil duduk .
Menurut sumber yang dekat dengan beliau, sikap istiqomah ini adalah hasil perjuangan yang terus menerus sejak beliau masih mondok di Madura. Sejak di madura itulah misalnya beliau mulai berusaha mendawamkan puasa Dawud. Ibadah yang selalu beliau lakukan hampir sepanjang hidup. Memang untuk ibadah sunnah yang beliau akan memperlakukannya, seolah-olah ibadah wajib, tak heran tiap kali bisa melakukannya, maka beliau akan segera menqodlonya di kesempatan selanjutnya.
Beliau sangat sedikit tidur di waktu malam. Kecuali menjalankan ibadah sunnah hampir setiap malam beliau mempelajari kitab sampai bejam-jam. Bahkan usianya yang senja, beliau aktif membeli kitab-kitab baru untuk beliau pelajari. Tak heran kalau beliau kaya khazanah pemikran Islam, sekaligus bersikap terbuka dan toleran terhadap gagasan yang baru segar.Wawasan yang luas dan dalam ini pun tampaknya berusaha beliau sembunyikan dalam pergaulannya sehari-hari.
Seringkali, beliau hanya membaca satu baris dar kitab dan menjabarkannya dengan bening selama satu jam atau bahkan lebih .Bahkan di tangan beliau tema-tema yang pelik dan abstrak sekitar tauhid misalnya, bisa dipaparkan dengan enteng dan mudah di cerna.Tentang hal ini KH.MA.Sahal Mahfudz sendiri mengakui penguasaan KH.Abdullah Salam terhadap khasanah tasawuf dan fiqih .’’Beliau itu satu satunya panutan setelah ulama Kajen banyak meninggal, sebab penguasaan tasawuf dan fiqihnya sangat memadai”demikian komentarnya.’’
Kedermawanan
Mbah Dullah juga dikenal sebagai orang yang murah hati dan suka bersedekah tanpa menghitung nilai barang yang diberikan.Jika beliau memilki sesuatu,dan ternyata sesuatu itu diinginkan oleh orang lain; maka tanpa pikir panjang meski nilai nominal sesuatu itu tinggi beliau akan segera memberikannya.Sikap dermawan ini sudah tampak sejak beliau muda
Perhatiannya terhadap kaum’juga besar.Melihat kenyataan bahwa banyak biaya pemeliharaan kesehatan yang relatif tak terjangkau oleh kemampuan kemampuan ekonomi masyarakat pedesaan,beliau berinisiatif mendirikan balai kesehatan yang kini menjadi rumah bersalin (RB) sebagai fasilitas pelayanan kesehatan bagi orang yang kurang mampu,tentu dengan pengobatan yang sangat ringan.
Pernah juga,saat mbah dullah berkunjung ke rumah salah satu kenalannya,tiba-tiba muncul permintaan yang tidak masuk akal dari salah seorang yang kebetulan berada disana ; yang meminta sandal yang dikenakan mbah dullah.Tentu saja permintaan ‘gila’ini membuat geger beberapa orang kebetulan berada disana.Mereka mencoba mencegah,dan menjelaskan bahwa mbah dullah tidak punya sandal cadangan untuk beliau pakai pulang.Tapi mbah dullah sendiri tenang saja,dan justru melerai kemarahan orang-orang yang mencoba permintaan tersebut.Sandal langsung beliau berikan,dan beliau rela bertelanjang kaki.Meski pada akhirnya beliau tidak benar-benar pulang bertelanjang kaki karena diantara yang hadir ternyata ada pemilik toko sepatu meskipun tokonya sudah tutup karena sudah pukul sepuluh lebih tak keberatan mengambil sandal pengganti untuk beliau. Namun sikap beliau yang tanpa beban bisa melepaskan sesuatu yang dibutuhkan sendiri untuk memenuhi kebutuhan orang lain,benar-benar mencerminkan kedermawanan yang nyaris sempurna.
Kesufian KH.Abdullah Zain Salam
KH Abdullah Zen Salam adalah sosok seorang figur yang karakternya patut untuk diteladani, amalan ibadah beliau mencakup seluruh amaliyah keseharian yang selalu beliau jaga dan istiqomahkan, tidak ada kata “nganggur”. Dalam kamus hidup beliau. 9)
Konon semasa hidup KH Abdullah Zen Salam selalu disibukkan dengan jadwal ketat yang memang adalah amaliah keseharian beliau, mulai dari bangun tidur sampai dengan jadwal beliau hendak tidur lagi selalu beliau niatkan Lillahi Ta’ala dalam semua jenis kegiatan. Perilaku, akhlaq, tindakan sampai Dawuh beliau adalah hikmah yang menjadi uswah teladan bagi orang-orang di sekitarnya. Beberapa bidang pengajaran yang beliau aktif terjun di dalamnya adalah sebagai Pengasuh di pesantren Tahafudz untuk para siswa PIM dan guru Thoriqoh, salah satu staf pengajar di PIM, koordinator Masjid Kajen, Pengampu pengajian kitab kuning mingguan pada hari Rabu dan Kamis di ndalem beliau dan lapangan Margoyoso juga banyak aktivitas lain yang beliau turut gawe di dalamnya.
Di samping karakter Mbah Dullah yang tak membiarkan amalannya mejadi kesia-siaan dalam ibadah, beliau adalah Sosok Fleksibel di mata masyarakat. Mbah Dullah yang dipandang sebagai sosok Sufi, ahli Fikih dan Tsawuf ini juga paham akan permasalahan selain keilmuan.
Di nilai seperti itu karena konon, dulu saat masyarakat yang datang dari berbagai kelas sosial dan mata pencaharian yang tidak sama datang pada beliau untuk sowan dan mengutarakan permasalahan, belaiu pasti paham dan memberikan solusi dengan tepat.
Ada cerita, tiga puluh tahun yang lalu sekitar tahun 1975 ada salah satu dari para hadirin yang ikut pengaosan malem sowan pada beliau dan meminta restu untuk nyalon sebagai Lurah di Blora, oleh MbahDullah dijawab dengan tenang “kowe nduwe duet seket juta? Umpomo nduwe yo monggo nyalonno”. Kata-kata Mbah Dullah yang sedikit ini bisa diambil hikmah, bahwa tiga puluh tahun yang lalu, sosok MbahDullah yang tidak pernah terjun langsung dalam dunia politik dan dilihat dari perekonomian masyarakat yang baru hidup beliau sudah paham akan Metode Money Politic (politik uang) yang pada zaman itu seorang ahli politik pun belum dirasa sampai pada pemikiran seperti itu namun Mbah Dullah sudah paham benar.
Dan dari cerita lain, ada seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai DPR yang sowan dan minta restu kepada Mbah Dullah, oleh Mbah Dullah dijawab dengan tegas bahwa jika seseorang menginginkan posisi sebagai Wakil Rakyat maka dia harus mampu berkepribadian seperti Dzul Yaddain dan jangan sampai mempunyai sifat Dzul Wajhain.
Dalam sebuah kisah di dalam kitab Al Hadits Bulughul Marom, Dzul Yaddain adalah seorang sahabat Nabi, suatu ketika Nabi tengah menjalankan ibadah sholat Dhuhur namun anehnya sholat yang beliau lakukan hanya dua rakaat, mendapati pemandangan tersebut para sahabatr yang lain hanya melihat dan berhusnudzon bahwa mungkin saja Nabi mendapat wahyu yang menjadikan sholatnya hanya dua rakaat atau mungkin Nabi sedang mengkosor sholatnya. Namun tidak dengan Dzul Yaddain, setelah Nabi salam dia menanyakan perihal apa Nabi melakukan sholat dhuhur dua rokaat, ternyata Nabi lupa bahwa sholatnya belum genap empat rakaat. Setelah sadar akan kesalahan itu beliau pun sholat kembali dua rakaat. (Pelajaran dari Dzul Yaddain adalah jangan segan menegur pemimpin yang salah atau mungkin lupa bahwa dia melakukan sesuatu yang keliru). Tegas akan sesuatu yang haq dan Batil meski seorang yang salah itu mempunya posisi yang lebih tinggi derajatnya di atas kita. Dan jangan sampai mempunyai sifat Dzul Wajhain, Dzul Wajhain di sini bermakna seorang yang mempunyai Dua Wajah, Paradoks, atau biasa disebut juga Munafik. Haram hukumnya menjadi orang yang bersifat seperti ini di mana pun posisi dia berada10).
KH.Abdullah Zain Salam, Organisator Sukses
Figur organisator sukses, beliau KH.Abdullah Zain Salam adalah seorang Manager yang hebat dari masanya hingga ketiadaannya. Sosok karismatik, berwawasan dan pendidik yang patut diteladani.
Dulu pada zamannya Mbah Dullah adalah orang yang tidak senang merepotkan orang lain, beliau lebih suka melakukan sendiri semuanya dan turun langsung dalam semua kegiatan. 11)
Contohnya organisasi sebagai staf pengajar di PIM, pondok pesantren dan Masjid Kajen, beliau mengkoordinir semuanya dengan rapi dan baik.Di Masjid Kajen beliau yang mengatur, mulai Khotib sholat Jum’at, Badal Imam sholat, Bilal, hingga Mu’adzin. Menstruktur pengajar dan kegiatan murid di PIM mendidik dan memilih kader sebagai pengurus di pesantren. Di dalam keluarga pun Mbah Dullah adalah sosok kepala keluarga yang sukses mengantarkan putra putri beliau menjadi manusia yang sholih dan akrom,
Dengan gaya mengajar Tegas dan Disiplin, beliau mendidik mereka sesuai bidang pribadi masing-masing dengan catatan Al-Quran adalah fokus pertama yang harus diutamakan. Setelah dirasa mampu akhirnya Mbah Dullah mengatur manajemen pesantren ketangan para putra beliau dimana beliau masih mengomando dari belakang. 12)
KH Abdullah Zain Salam dikaruniai sembilan orang anak yang dua meninggal saat masih kecil yakni:
Ibu Nyai Hj.Munawwaroh , menikah dengan KH.M.Busro Abdul Latif menetap di Purwodadi. Pengasuh pondok Pesantren. Nurul Hidayah. Dikaruniai 4 orang anak.
Laki- laki, meninggal Saat Masih Kecil
Ahmad Nafi’ Abdillah, menikah dengan Nyai Hj.Mahmudah Nafi’. Menetap di Kajen. Pengasuh pondok PMH PUSAT dan sekarang menjadi Direktur Perguruan Islam Mathaliul Falah. Dikarunia 8 orang anak.
Ibu Nyai Hj.Hanifah Menikah Dengan KH.Ma’mun Muzayyin. Menetap di Kajen, Pengasuh PP.Al.Hikmah Dan Madrasah Perguruan Islam Al-Hikmah(PRIMA). Dikarunia 11 orang anak.
Ahmad Minan Abdullah menikah dengan Nyai Hj.Maftukhah Minan, menetap di Kajen, pengasuh PP.Nurul Quran. Dikaruniai 5 orang anak.
Nyai Hj.Ishmah menikah dengan KH.Ulin Nuha Arwani,menetap di Kudus, pengasuh yayasan Arwaniyah-Yanbu’a. Dikaruniai 2 orang anak namun meninggal semua saat masih kecil.
Zaki Fuad, menikah dengan Nyai Hj.Robiatul Adawiyah, menetap di Kajen, pegasuh PP.Al-Kautsar dan SMK Cordofa. Dikaruniai 9 orang anak.
Nyai Hj.Shofwatin Nikmah, menikah dengan KH.Abdullah Ubaid, menetap di Tegal, pengasuh PP.Darul Quran. Dikaruniai 7 orang anak, 1 meninggal.
Perempuan, meninggal Saat Masih Kecil 13)
Banyak pondok pesantren yang fakum sementara setelah Romo Kiyainya meninggal dunia karena Gusnya (putra Kiyai) belum mampu menggantikan posisi Abahnya sebagai Pengasuh Pondok, namun KH.Abdullah Zain Salam telah membuktikan bahwa metode pendidikan yang beliau terapkan telah berhasil, terbukti setelah ketiadaan beliau para putra beliau telah siap tampil menggantikan posisi beliau.
Metode pendidikan ini kiranya diajarkan secara turun temurun hingga sekarang.
Figur Yang Dihormati
Terhormat, adalah kata yang lazim bila disandingkan dengan KH.Abdullah Zain Salam, berbagai sifat dan akhlaq mulia yang beliau contohkan telah membangun pribadi yang layak untuk menyebutnya sebagai seorang yang terhormat.
Konon pada tahun 1999 KH.Abdurrahmah Wachid yang biasa disapa Gus Dur saat itu baru resmi dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, selang beberapa hari kurang lebih belum ada satu minggu beliau sudah menyempatkan diri untuk sowankekediaman KH.Abdullah Zain salam untuk silaturrahmi dan meminta restu dari beliau.
Pernah ditulis dalam beberapa buah buku biografi KH.Abdurrahman Wachid bahwa beliau adalah salah seorang Waliyullah yang karismatik dan ma’rifat, tertulis juga dalam sebuah buku tentang beliau, bahwa ada tiga orang Kiyai di Indonesia yang sangat beliau hormati dan segani yang juga tergolong Waliyullah, nama–nama beliau sama, yaitu menggunakan nama panggilan Abdullah. Yaitu KH.Abdullah Abbas Cirebon, KH.Abdullah Fakih Jawa Timur Dan KH.Abdullah Zain Salam Jawa Tengah. 14)
Ada sebuah cerita dari ibu Hj.Sholichah Muchtar, bahwa pernah pada tahun 1970 beliau sowan kekediaman KH.Hamid di Pasuruan, oleh beliau Ibu Sholichah ditanya alamat, setelah Ibu Sholihah menjawab bahwa beliau berangkat dari Kajen, KH.Hamid bercerita, ditanah Jawa banyak terdapat kiyai karismatik namun hanya tinggal dua Waliyullah yang sekarang masih ada yaitu KH.Muhammadun dan KH.Abdullah Zain Salam yang berada ditanah Kajen Pati.
Akhir hayat KH.Abdullah Zain salam
Sejak seminggu sebelum wafatnya mbah Dullah tepatnya pada hari Ahad 4 November 2001 kesehatan KH.Abdullah Zain Salam mendapatkan masalah yang cukup serius, pada hari Senin tanggal 5 November dengan tertatih beliau memaksakan diri pagi-pagi sekali untuk berziarah ke sarean kakek buyutnya sekaligus guru rohaninya yaitu KH.Ahmad Mutamakkin.
Sepertinya beliau sudah sangat menyadari bahwa waktunya sudah akan tiba. Dokter Muhtadi yang sudah puluhan tahun menangani kesehatan beliau sebagai Dokter pribadi memaksa beliau untuk dirawat di RSI (Sunan Kudus) setelah melihat detak jantung beliau yang tampak cepat dan tidak setabil, meski awalnya beliau menolak saat yang meminta adalah putra dan kerabat beliau namun akhirnya beliau mau menuruti ketika yang menyarankn adalah seorang dokter. Saat hendak dibawa ke RS Kudus beliau sempat berpamitan dengan istrinya, Nyai Aisyah.
Pada 1 November 2001 beliau memaksa untuk pulang dari rumah sakit, waktu itu dokter menghendaki agar beliau mau dirawat sampai kondisi kesehatannya relatif membaik namun kepada cucunya Muhammah Ainun na’im beliau malah menegaskan “buat apa lama-lama disini, saya mau pulang sekarang, saya ini mau meninggal.” Memang, sudah lebih setahun terakhir beliau acap kali berkata bahwa beliau sudah tidak punya apa-apa lagi kecuali ini, katanya sambil menunjuk jam tangan yang digunakan beliau. Waktu itu tidak ada yang berfikiran bahwa yang beliau maksud adalah yang beliau miliki tinggal waktu menunggu jemputan ajal.
Pagi itu keinginan beliau untuk pulang tidak bisa dicegah lagi dan beliau akhirnya memang benar-benar pulang kerumahnya di Kajen. Bahkan tampaknya bukan ingin pulang kerumah tapi sekaligus pulang ke kamarnya sendiri. Ini tampak ketika keluarganya menyiapkan kamar khusus di rumahnya yang dimaksud untuk mempermudah perawatan, beliau menolak dan terus memaksa untuk ditempatkan dikamarnya sendiri. Kehendak beliaupun dituruti, beliau ditempatkan dikamarnya sendiri yang sangat sederhana, tempat yang menjadi saksi pengabdian beliau dan juga sebagai saksi bisu kepergian beliau. 17)
Setelah semalam kondisi kesehatannya tampaknya tidak stabil,sehabis subuh beliau tampak tertidur nyenyak.Kondisi ini berlangsung sampai ajal menjemputnya pada pukul 14.33 WIB.Kondisi ini beliau demikian tenang dan damai ketika berangkat menuju kekasih agungnya. Hari itu ahad 11 November 2001 , yang bertepatan dengan 25 sya’ban 1422 H , semesta tertunduk menghormati keberangkatan sang permata, inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar