Kamis, 03 Juni 2021

Amalan Syaikh Nawawi al Bantani

 Amalan Syaikh Nawawi al Bantani


Sayid ’Ulamail Hijaz adalah gelar yang disandangnya. Sayid adalah penghulu, sedangkan Hijaz wilayah Saudi sekarang, yang di dalamnya

termasuk Mekah dan Madinah. Dialah Syekh Muhammad Nawawi, yang lebih dikenal orang Mekah sebagai Nawawi al-Bantani, atau Nawawi al-Jawi

seperti tercantum dalam kitab-kitabnya.


Al-Bantani menunjukkan bahwa ia berasal dari Banten, sedangkan sebutan al-Jawi mengindikasikan musalnya yang Jawah, sebutan untuk para

pendatang Nusantara karena nama Indonesia kala itu belum dikenal. Kalangan pesantren sekarang menyebut ulama yang juga digelari asy-Syaikh

al-Fakih itu sebagai Nawawi Banten.


Muhammad Nawawi lahir pada 1230 H (1815 M) di Tanara, sekitar 25 km arah utara Kota Serang. Ayahnya, Umar ibnu Arabi, adalah penghulu

setempat. Ia sendiri yang mengajar putra-putranya (Nawawi, Tamim, dan Ahmad) pengetahuan dasar bahasa Arab, Fikih, dan Tafsir.


Kemudian mereka melanjutkan pelajaran ke Kiai Sahal, masih di Banten, dan setelah itu mesantren ke Purwakarta, Jawa Barat, kepada Kiai

Yusuf yang banyak santrinya dari seluruh Jawa. Masih remaja ketika mereka menunaikan ibadah haji, Nawawi baru berusia 15 tahun, dan tinggal

selama tiga tahun di mekah. Tapi, kehidupan intelektual Kota Suci itu rupanya mengiang-ngiang dalam diri si sulung, sehingga tidak lama

setelah tiba di Banten ia mohon dikembalikan lagi ke Mekah. Dan di sanalah ia tinggal sampai akhir hayatnya. Ia wafat pada 25 Syawwal

1314 H/1897 M. Kabar lain menyebutkan kembalinya ke Tanah Suci, setelah setahun di Tanara meneruskan pengajaran ayahnya, disebabkan

situasi politik yang tidak menguntungkan. Agaknya keduanya benar.


Di Mekah, selama 30 tahun Nawawi belajar pada ulama-ulama terkenal seperti Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi,

dan Abdul Hamid Daghestani, selain pada Khatib Sambas, pemimpin tarekat Qadiriah, penulis kitab Fathul Arifin, bacaan pengamal tarekat di

Asia Tenggara. Samba juga merupakan guru tokoh di balik pemberontakan petani Banten (1888), KH Abdul Karim alias Kiai Agung, yang menjelang

ajal sang guru dipanggil kembali ke Mekah untuk menggantikan kedudukannya.


Dalam penggambaran Snouck Hurgronje, Syekh Nawawi adalah orang yang rendah hati. Dia memang menerima cium tangan dari hampir semua orang

Mekah, khususnyan orang Jawa, tapi itu hanya sebagai penghormatan kepada ilmu. Kalau ada orang yang meminta nasihatnya di bidang fikih, dia

tidak pernah menolaknya.


Snouck Hurgronje pernah menanyakan, mengapa dia tidak mengajar di Masjid al-Haram, Syekh Nawawi menjawab bahwa pakaiannya yang jelek dan

kepribadiannya yang tidak cocok dengan kemulian seorang profesor berbangsa Arab. Sesudah itu Snouck mengatakan bahwa banyak orang yang tidak

berpengetahuan tidak sedalam dia, toh mengajar di sana juga. Nawawi menjawab, “Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka

cukup berjasa untuk itu”.(Lihat, Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia, h. 117-122)


Pada tahun 1860-1970, Nawawi mulai aktif memberi pengajaran. Tapi itu dijalaninya hanya pada waktu-waktu senggang, sebab antara tahun-tahun

tersebut ia sudah sibuk menulis buku-buku. Di antara murid-muridnya yang berasal dari Indonesia adalah:


1. KH Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kelak bersama KH Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).


2. KH Khalil, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.


3. KH Mahfudh at-Tarmisi, Tremas, Jawa Timur.


4. KH Asy’ari, Bawean, yang kemudian diambil mantu oleh Syekh Nawawi dinikahkan dengan putrinya, Nyi Maryam.


5. KH Nahjun, Kampung Gunung, Mauk, Tangerang, yang dijadikan mantunya (cucu).


6. KH Asnawi, Caringin, Labuan (kelak memimpin Sarekat islam di Banten).


7. KH Ilyas, Kragilan, Serang.


8. KH Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang.


9. KH Tubagus Bakri, Sempur, Purwakarta.


10. KH Mas Muhammad Arsyad Thawil, Tanara, Serang, yang kemudian dibuang Belanda ke Manado, Sulawesi Utara, karena peristiwa Geger Cilegon.


Mata pelajaran yang diajarkan Nawawi meliputi Fikih, Ilmu Kalam, Tasawuf/Akhlak, Tafsir, dan Bahasa Arab.


Karya-karyanya


Setelah tahun 1870 Nawawi memusatkan kegiatannya hanya untuk mengarang. Dan boleh dikata, Nawawi adalah penulis yang subur, kurang lebih

dari 80 kitab yang dikarangnya. Tulisan-tulisannya meliputi karya pendek, berupa berbagai pedoman ibadah praktis, sampai tafsir al-Qur’an –

sebagian besarnya merupakan syarah kitab-kitab para pengarang besar terdahulu.


Berikut contoh beberapa karya Nawawi, mulai dari fikih, tafsir, sampai bahasa Arab, yang kita kutip dari H Rafiuddin (Sejarah Hidup dan

Silsilah al-Syeikh Kyai Muhammad Nawawi Tanari, 1399 H):


1. Sulam al-Munajah, syarah atas kitab Safinah ash-Shalah, karya Abdullah ibn Umar al-Hadrami.


2. Al-Tsimar al-Yaniat fi riyadl al-Badi’ah, syarah atas kitab Al-Riyadl al-Badi’ah fi Ushul ad-Din wa Ba’dhu furu’usy Sar’iyyah ’ala

Imam asy-Syafi’i karya Syekh Muhammad Hasballah ibn Sulaiman.


3. Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Jawazain, kitab fikih mengenai hak dan kewajiban suami-istri


4. Nihayatuz Zain fi Irsyad al-Mubtadiin, syarah atas kitab Qurratul ’aini bi muhimmati ad-din, karya Zainuddin Abdul Aziz al-Maliburi.


5. Bahjat al-Wasil bi Syarhil Masil, syarah atas kitab Ar-Rasail al-Jami’ah Baina Ushul ad-Din wal-Fiqh wat-Tasawuf, karya Sayid Ahmad ibn

Zein al-Habsyi.


6. Qut al-Habib al-Ghaib, Hasyiyah atas syarah Fathul Gharib al-Mujib karya Muhammad ibn Qasyim al-Syafi’i.


7. Asy-Syu’ba al-Imaniyyat, ringkasan atas dua kitab yaitu Niqayyah karya al-Sayuthi dan al-Futuhat al-Makiyyah karya Syekh Muhammad ibn Ali.


8. Marraqiyyul ’Ubudiyyat, syarah atas kitab Bidayatul Hidayah karya Abu hamid ibn Muhammad al-Ghazali .


9. Tanqih al-Qaul al-Hadits, syarah atas kitab Lubab al-Hadits karya al-Hafidz Jalaluddin Abdul Rahim ibn Abu Bakar as-Sayuthi.


10. Murah Labib li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid, juga dikenal sebagai Tafsir Munir.


11. Qami’al Thughyan, syarah atas Syu’ub al Iman, karya Syekh Zaenuddin ibn Ali ibn Muhammad al-Malibari.


12. Salalim al-Fudlala, ringkasan/risalah terhadap kitab Hidayatul Azkiya ila Thariqil Awliya, karya Zeinuddin ibn Ali al-Ma’bari al-Malibari.


13. Nasaih al-Ibad, syarah atas kitab Masa’il Abi Laits, karya Imam Abi Laits.


14. Minqat asy-Syu’ud at-Tasdiq, syarah dari Sulam at-Taufiq karya Syeikh Abdullah ibn Husain ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’lawi.


15. Kasyifatus Saja, syarah atas kitab Syafinah an-Najah, karya Syekh Salim ibn Sumair al-Hadrami.


Dalam pada itu, YA Sarkis menyebut 38 karya Nawawi yang penting, yang sebagiannya diterbitkan di Mesir. Misalnya Murah Labib, yang juga

dikenal sebagai Tafsir Munir.


Berikut beberapa contoh karya Nawawi yang penting yang terbit di Mesir (Dhofier, 86):


1. Syarah al-Jurumiyah, isinya tentang tata bahasa Arab, terbit tahun 1881.


2. Lubab al-Bayan (1884).


3. Dhariyat al-Yaqin, isinya tentang doktrin-doktrin Islam, dan merupakan komentar atas karya Syekh sanusi, terbit tahun 1886.


4. Fathul Mujib. Buku ini merupakan komentar atas karya ad-Durr al-Farid, karya Syekh Nahrawi (guru Nawawi) terbit tahun 1881.


5. Dua jilid komentar tentang syair maulid karya al-Barzanji. Karya ini sangat penting sebab selalu dibacakan dalam perayaan-perayaan maulid.


6. Syarah Isra’ Mi’raj, juga karangan al-Barzanji.


7. Syarah tentang syair Asmaul Husna.


8. Syarah Manasik Haji karangan Syarbini terbit tahun 1880.


9. Syarah Suluk al-Jiddah (1883)


10. Syarah Sullam al-Munajah (1884) yang membahas berbagai persoalan ibadah.


11. Tafsir Murah Labib.


Syekh Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau

sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan. Kemasyhuran Nawawi terkenal di hampir seluruh dunia Arab.

Karya-karyanya banyak beredar terutama di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di Kairo, Mesir, ia sangat terkenal. Tafsirnya Murah

Labib yang terbit di sana diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama al-Azhar.


Di Indonesia khususnya di kalangan pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam Syekh Nawawi tentu saja sangat terkenal.

Sebagian kitabnya secara luas dipelajari di pesantren-pesantren Jawa, selain di lembaga-lembaga tradisional di Timur tengah, dan berbagai pemikirannya

menjadi kajian para sarjana, baik yang dituangkan dalam skripsi, tesis, disertasi, atau paper-paper ilmiah, di dalam maupun luar negeri.


Beberapa karya ilmiah tentang Syekh Nawawi yang ditulis sarjana kita antara lain:


1. Ahmad Asnawi, Pemikiran Syekh Nawawi al-Bantani tentang Af’al al-’Ibad (Perbuatan Manusia), (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1984).


2. Ahmad Asnawi, Penafsiran Syekh Muhammad nawawi tentang Ayat-ayat Qadar. (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1987).


3. Hazbini, Kitab Ilmu Tafsir Karya Syeikh Muhammad Nawawi, (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1996).


4. MA Tihami, Pemikiran Fiqh al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani, (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1998).


5. Sri Mulyati, Sufism in Indonesia: Analysisof Nawawi al-Bantani’s Salalim al-Fudhala, (Tesis Mgister McGill University, Kanada, 1992).


6. Muslim Ibrahim Abdur Rauf, Al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Jawi: Hayatuhu wa Atsaruhu fi al-Fiqh al-Islami. (Tesis Magister, Al-Azhar

University, Kairo, 1979).


Nawawi dan Polotik Kolonialisme


Syekh Nawawi memang tidak seaktif Syekh Nahrawi yang menyerukan jihad dalam menghadapi kekuasaan asing di Nusantara. Toh dia merasa

bersyukur juga ketika mendengar betapa Belanda menghadapi banyak kesulitan di Aceh. Dalam pembicaraannya dengan Snouck Hurgronje, dia

tidak menyetujui pendapat bahwa tanah Jawa harus diperintah oleh orang Eropa.


“Andaikata Kesultanan Banten akan dihidupkan kembali, atau andaikata sebuah negara Islam independen akan didirikan di sana, pasti dia

akan betul-betul merupakan kegiatan suatu kelompok orang fanatik yang tidak teratur,” kata Hurgronje, yang pernah menetap selama enam

bulan di Mekah (dalam penyamaran), 1884-1885. Tak heran, jika ia memandang pemberontakan petani di Cilegon (1888) yang dipimpin KH Wasid,

sebagai jihad yang diperintahkan.


 


AMALAN ISTIGHFAR BUAT KEDUA ORANG TUA NABI DAN AHLIL BAIT DARI AL IMAM NAWAWI AL BANTANI AGAR SELALU DITEMANI NABI MUHAMMAD SHALALLAHU

‘ALAIHI WASALLAM DIMANA SAJA DIA BERADA


(مَأْخُوْذٌ مِنَ الكِتَابِ ” تَرْغِيْبُ المُشْتَاقِيْنَ ” للشيخ الإمام محمد نواوي بن عمر البانتاني الجاوي ، ص ؛ ٨ )


فائدة : رَأَى رَجُلٌ صَالِحٌ مِنَ المَالِكِيَّةِ رَسُوْلَ اللّٰهِ صلّى اللّه عليه وسلّم فِي المَنَامِ وَسَمِعَهُ يَقُوْلُ « مَنْ قَالَ كُلَّ يَوْمٍ ” أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِأَبَوَيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِائَةَ مَرَّةٍ أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِأَهْلِ بَيْتِ رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِائَةَ مَرَّةٍ أَيْضًا كُنْتُ مَعَهُ أَيْنَمَا كَانَ “» وَهٰذَا دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّهُمَا مُؤْمِنَانِ وَإِلَّا فَلَا فَائِدَةَ فِي الإِسْتِغْفَارِ ….، إنتهى


( تَرْغِيْبُ المُشْتَاقِيْنَ للشيخ الإمام محمد نواوي بن عمر البانتاني الجاوي ، ص ؛ ٨ )


( FAEDAH ) : Ada seseorang yang shalih dari madzhab Malikiyyah melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam didalam mimpi dan beliau

mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi bersabda : ” Barang siapa yang mengucapkan setiap hari ; – ASTAGHFIRULLAAH LIABAWAY RASUULILLAAHI

SHALALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM – 100 KALI – ASTAGHFIRULLAAH LIAHLI BAITI RASUULILLAAHI SHALALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM – 100 KALI, maka saya

akan bersamanya dimana saja dia berada “. Imam Nawawi menerangkan ; ” Dan ini (istighfar) adalah dalil bahwa sesungguhnya kedua orang tua

Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam adalah orang mukmin yang beriman, jika tidak mukmin maka tidak ada faedahnya didalam beristighfar

kepada kedua orang tua Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam ” .


(Kitab Targhib Al Musytaaqin Lis Syaikh Al Imam Muhammad Nawawi bin Umar Al Bantany Al Jawy, hal; 8 )


Semoga bermanfaat bagi kita semuanya fiddiini wad dunya wal aakhirah aamiin aamiin aamiin aamiin ya rabbal aalamiin bisirri asrari

Al-Faatihah….


SYEKH NAWAWI AL-BANTANY


KARYA-KARYA


Kepakaran beliau tidak diragukan lagi. Ulama asal Mesir, Syaikh 'Umar 'Abdul Jabbâr dalam kitabnya "al-Durûs min Mâdhi al-Ta’lîm wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Harâm” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis bahwa Syaikh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik.


Sebagian dari karya-karya Syaikh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:


al-Tsamâr al-Yâni’ah syarah al-Riyâdl al-Badî’ah


al-‘Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn

Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh

Bahjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf

al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb

Nihâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muhimmâh al-Dîn

Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidâyah

Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbahâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd

Salâlim al-Fadhlâ? syarah Mandhûmah Hidâyah al-Azkiyâ?

Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân

al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûh mahâsin al-Ta?wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur?an Majîd

Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah

Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah

Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm

Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts

Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji

Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî

Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm

Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd

Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry

Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb

Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq

Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ

al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah

‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain

Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits

Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd

al-Nahjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah

Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah

Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman

al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Bahîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah

al-Riyâdl al-Fauliyyah

Mishbâh al-Dhalâm’ala Minhaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm

Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâhîn fi al-Tauhîd

al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny

Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm

al-Durrur al-Bahiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah

Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.


Karya tafsirnya, al-Munîr, sangat monumental, bahkan ada yang mengatakan lebih baik dari Tafsîr Jalâlain, karya Imâm Jalâluddîn al-Suyûthi dan Imâm Jalâluddîn al-Mahâlli yang sangat terkenal itu.


Sementara Kâsyifah al-Sajâ syarah merupakan syarah atau komentar terhadap kitab fiqih Safînah al-Najâ, karya Syaikh Sâlim bin Sumeir al-Hadhramy.


Para pakar menyebut karya beliau lebih praktis ketimbang matan yang dikomentarinya.


Karya-karya beliau di bidang Ilmu Akidah misalnya Tîjân al-Darâry, Nûr al-Dhalam, Fath al-Majîd. Sementara dalam bidang Ilmu Hadits misalnya Tanqih al-Qaul.


Karya-karya beliau di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam al-Munâjah, Nihâyah al-Zain, Kâsyifah al-Sajâ. Adapun Qâmi’u al-Thugyân, Nashâih al-‘Ibâd dan Minhâj al-Raghibi merupakan karya tasawwuf.


Ada lagi sebuah kitab fiqih karya beliau yang sangat terkenal di kalangan para santri pesantren di Jawa, yaitu Syarah ’Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain.


Hampir semua pesantren memasukkan kitab ini dalam daftar paket bacaan wajib, terutama di Bulan Ramadhan. Isinya tentang segala persoalan keluarga yang ditulis secara detail.

Hubungan antara suami dan istri dijelaskan secara rinci.


Kitab yang sangat terkenal ini menjadi rujukan selama hampir seabad.


Tapi kini, seabad kemudian kitab tersebut dikritik dan digugat, terutama oleh kalangan muslimah.

Mereka menilai kandungan kitab tersebut sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan masa kini.

Tradisi syarah atau komentar bahkan kritik mengkritik terhadap karya beliau, tentulah tidak mengurangi kualitas kepakaran dan intelektual beliau.


KARAMAH


Konon, pada suatu waktu pernah beliau mengarang kitab dengan menggunakan telunjuk beliau sebagai lampu, saat itu dalam sebuah perjalanan.


Karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yakni rumah-rumahan di punggung unta, yang beliau diami, sementara aspirasi tengah kencang mengisi kepalanya. Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon kepada Allah Ta’ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu menerangi jari kanannya yang untuk menulis. Kitab yang kemudian lahir dengan nama Marâqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidayah itu harus dibayar beliau dengan cacat pada jari telunjuk kirinya.

Cahaya yang diberikan Allah pada jari telunjuk kiri beliau itu membawa bekas yang tidak hilang.


Karamah beliau yang lain juga diperlihatkannya di saat mengunjungi salah satu masjid di Jakarta yakni Masjid Pekojan.


Masjid yang dibangun oleh salah seorang keturunan cucu Rasulullah SAW.. Sayyid Utsmân bin ‘Agîl bin Yahya al-‘Alawi, Ulama dan Mufti Betawi

(sekarang ibukota Jakarta), itu ternyata memiliki kiblat yang salah.

Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsmân sendiri.


Tak ayal , saat seorang anak remaja yang tak dikenalnya menyalahkan penentuan kiblat,... kagetlah Sayyid Utsmân.


Diskusipun terjadi dengan seru antara mereka berdua.

Sayyid Utsmân tetap berpendirian kiblat Mesjid Pekojan sudah benar. Sementara Syaikh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat mesti dibetulkan.

Saat kesepakatan tak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras,

Syaikh Nawawi remaja menarik lengan baju lengan Sayyid Utsmân.

Dirapatkan tubuhnya agar bisa saling mendekat.

“Lihatlah Sayyid!, itulah Ka?bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka?bah itu terlihat amat jelas..?

Sementara Kiblat masjid ini agak kekiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke Ka?bah". Ujar Syaikh Nawawi remaja.


Sayyid Utsmân termangu. Ka?bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syaikh Nawawi remaja memang terlihat jelas.


Sayyid Utsmân merasa takjub dan menyadari , remaja yang bertubuh kecil di hadapannya ini telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur

basyariyyah. Dengan karamah itu, di manapun beliau berada Ka?bah tetap terlihat.

Dengan penuh hormat, Sayyid Utsmân langsung memeluk tubuh kecil beliau. Sampai saat ini, jika kita mengunjungi Masjid Pekojan akan terlihat

kiblat digeser, tidak sesuai aslinya.


Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si

mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar

kota.


Lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti.

Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin,

sama terkena kebijakan tersebut. Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi.


Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya.


Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya.

Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti

lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain putih kafan penutup jasad beliau tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.


Tentu saja kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi.


Setelah diteliti,.. sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan.

Langkah strategis lalu diambil...Pemerintah melarang membongkar makam tersebut. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala.

Hingga sekarang makam beliau tetap berada di Ma?la, Mekah.


Demikianlah karamah Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Tanah organisme yang hidup di dalamnya sedikitpun tidak merusak jasad beliau.


Kasih sayang Allah Ta’ala berlimpah pada beliau. Karamah Syaikh Nawawi yang paling tinggi akan kita rasakan saat kita membuka lembar demi

lembar Tafsîr Munîr yang beliau karang.

Kitab Tafsir fenomenal ini menerangi jalan siapa saja yang ingin memahami Firman Allah swt.

Begitu juga dari kalimat-kalimat lugas kitab fiqih, Kâsyifah al-Sajâ, yang menerangkan syariat.

Begitu pula ratusan hikmah di dalam kitab Nashâih al-‘Ibâd. Serta ratusan kitab lainnya yang akan terus menyirami umat dengan cahaya abadi

dari buah tangan beliau.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar